Sabtu, 12 Februari 2011

Tanah Liat dan Sang Penjunan...

Yeremia 18 : 4Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya.

Yeremia 18 : 6b Sungguh, seperti tanah liat ditangan tukang periuk, demikianlah kamu ditanganKU


Hari-hari ini mungkin berat karena berbagai permasalahan..Sehingga timbul banyak tanya dalam diri kita : Kenapa aku harus mengalami ini? Kenapa aku berada pada situasi ini, tak terkendali dan sulit sekali rasanya keluar dari kubangan masalah...?

Apa yang terjadi padaku?


Kutipan kisah ini telah menjadi berkat buat saya... semoga demikian juga untuk Anda.


Penjunan itu mengambil segumpal tanah liat yang akan mulai dikerjakannYa. Di benak Sang Penjunan tanah ini akan dibuat suatu karya yang spektakuler, tidak seperti biasanya, pokoknya yang istimewa. Diperkirakan ini akan memakan waktu yang cukup lama dan tenaga yang yang tidak sedikit. Kali ini seluruh keahliannya dikerahkan, namanya dipertaruhkan.
Proses pembuatannya tidak mudah, karena bahan yang dipakai banyak bercampur kotoran: ketidakpercayaan, kebodohan, ambisi, rendah diri.
Ah, bagaimana membersihkannya?

Hanya kasih dan peduli dibalut kesetiaan dan kesabaran yang akan membuat semuanya mungkin.


Bentukan Penjunan Agung mulai berjalan.

Oh Tanah Liat, apa dayamu selain menyerah dan membiarkan dirimu dibentuk? Bukankan kalau tidak demikian engkau tidak ada gunanya? Bukankan seluruh keberadaanmu hanya dikenal sebagai segumpal tanah kotor untuk diinjak-injak orang?

Dan Tanah Liat itu mulai menyerah. Terpikir olehnya : “Mungkin nasibku akan lebih baik” siapa tahu Sang Penjunan akan membentukku menjadi mangkuk kecil untuk seseorang.

Keinginan itu terus menggelora, “ah, menjadi sesuatu yang berguna” pikirnya, “keadaanku dulu begitu buruk dan tidak ada masa depan”

Apa yang tidak pernah terpikir olehnya adalah apa yang diidam-idamkan oleh Sang Penjunan. “Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu” kata Sang Penjunan.

Pada waktu Tanah Liat mulai dibersihkan dan kemudian dibentuk, ada rasa sakit namun juga gembira. Ternyata pengalaman itu berharga. Betapa senangya si Tanah Liat. Pengharapannya penuh, dadanya menggebu-gebu.

Dia mulai melihat bentuk dirinya yang indah dan cantik. Terus terang, lebih dari yang pernah dibayangkannya, bahkan lebih bagus dari model-model yang pernah dilihatnya.

Pekerjaan penjunan kelihatan hampir selesai. “Wah, betapa indahnya aku” pikir si Tanah Liat. Rasa sakit yang dulu tengah berlalu, masa depan yang pernah hilang kini cemerlang. Melihat keadaan dirinya kini terbesit rasa bangga dan beruntung.

Ternyata bayangannya semula salah. Bukan sebuah mangkuk kecil, tetapi sebuah cawan yang sangat indah tempat minum raja.

Bentukan penjunan menjadi nikmat dan enak. Tanah liat mulai terbuai, dengan berdebar-debar ia menanti hasil akhir dirinya.

Penyerahannya kini menjadi tuntutan.

Rasa syukurnya mulai berkurang.


Kebanggan kini adalah kesombongan.

Dan pada saat ia berpikir hampir selesai…

Sang Penjunan berhenti bekerja…

Si Tanah Liat terpana…

Sang Penjunan mengangkat tangannya…

Si Tanah Liat bertanya-tanya…

Sang Penjunan mencuci tangannya…

SiTanah Liat mencium bencana…

Sang Penjunan kemudian berlalu…

Si Tanah Liat menjerit “aku belum selesai!”

Sekarang sedih, kesepian, kehilangan…

Tapi kemudian Sang Penjunan kembali, hanya sebentar, segumpal tanah liat yang hampir jadi itu diangkatnya dan kemudian dilumatkan lagi. Tak berbentuk.

Tidak ada yang dapat dilakukan selain menunggu Sang Penjunan kembali membentuknya lagi. Sang Penjunan akan kembali, itu pasti. Dan tanah liat akan dibentuk kembali menjadi lebih baik.

 TUHAN adalah penjunan.. kita hanya TAnah liat.. yang akan dibentuk menjadi apa yang baik di pemendanganNYA.. Siaplah untuk dibentuk...

Tuhan memberkati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar