Minggu, 13 Maret 2011

The everlasting legacy from my mom...

Ibu...
Siang ini saat kunikmati makan siangku bersama menantu dan cucumu... ada rindu  padamu dan haru karena kuteringat masa kecilku... tentunya bersamamu.
Suatu ketika di masa kecilku, pasti tak juga lepas dari ingatan ibu dan bapak juga kakak-kakakku semua... sepiring nasi adalah menu yang sangat istimewa, mahal dan tak terbeli.. menu yang sering ada adalah grontol "jagung pipil yang dikukus campur kelapa dan garam". Itu juga menu yang bisa kita nikmati karena tetangga yang berbaik hati untuk kita bisa mengganjal perut hari itu. Hingga pernah suatu hari sambil menangis kubilang pada ayahku : "Aku lapar.. tapi lapar nasi..bukan grontol"
Jika ada sepiring nasi dengan lauk garam atau sepotong terasi bakar atau ledheg (minyak jelantah bekas goreng ayam -yang dibeli seharga beberapa rupiah dari tetangga yang berjualan ayam goreng-) itu membuat kita sudah sangat bersyukur.
Kondisi-kondisi itu Ibu gunakan sebaik mungkin untuk mengajari kami (anak-anak Ibu) belajar berharap dan bergantung penuh pada kemurahan TUHAN.. tapi juga Ibu ajarkan pada kami untuk sabar dan tetap bersyukur... tidak mengeluh dan menggerutu.

Kisah dan proses kehidupan yang penuh liku selama masa perkembangan usia kami dari anak-anak hingga dewasa.. terus Ibu tanamkan : jangan andalkan diri sendiri, jangan juga berharap pada manusia.. tapi andalkan TUHAN. Betapa susahnya mendapatkan uang untuk membiayai keperluan sehari-hari yang mengharuskan kita semua harus mau bekerja keras.. mencari kayu di lapangan... mencari serpihan/ bekas serutan kayu untuk bahan bakar di dapur... berjualan di sekolah saat aku masih duduk di bangku TK dan SD... harus membantu menitipkan dagangan (kue/buah) ke sekolah2 sebelum berangkat sekolah... mengambil setoran setelah pulang sekolah. Harus bisa berbelanja ke pasar untukdijual kembali di rumah dan di sekolah. Harus bisa melakukan itu semua dan tetap harus berprestasi di sekolah. Sesuatu yang mustahil jika dilakukan dengan kekuatan sendiri. Maka Ibu ajarkan untuk kami menyertakan TUHAN dalam setiap rencana dan tindakan kami... Agar setiap jalan kami dibuat-NYA berhasil.
Ibu bukan cuma mengajari kami, tapi juga mendamping kami melewati  masa-masa kami merasakan dan menikmati bahwa TUHAN memang sungguh layak diandalkan dalam hidup kami. Ibu juga turut menyaksikan TUHAN membuat perjalanan hidup kami dibuatnya berhasil. Banyak tahapan kehidupan kami yang dibuat-NYA berhasil.. walau juga sering ada duka dalam hidup kami, tapi Ibu mendampingi kami merasakan penyertaan-NYA .

Ibu... semua ajaranmu bukanlah kata-kata kosong... Ibu sendiri telah hidup dengan cara-cara yang ibu ajarkan pada kami. Ibu selalu berserah, berharap dan mengandalkan TUHAN dalam setiap hal.  Ibu juga sabar dalam menantikan waktu TUHAN berkarya. Dalam segala masa penantian Ibu juga terlihat selalu berusaha bersyukur. Begitu dekatnya hidup Ibu dengan TUHAN.  Bergaul karib dengan TUHAN layaknya seorang  sahabat. Itu sungguh terlihat hingga menit-menit menjelang berpulangnya ibu pada-NYA. 
Ibu adalah sungguh-sungguh  surat yang hidup dari Tuhan untuk kami. Ibu juga teladan hidup bagi kami.

Kisah-kisah ini seperti rekaman video yang diputar kembali di ingatanku.. Aku bersyukur,  hari ini kunikmati menu-menu istimewa, yang pada masa kecilku bisa membayangkan bentuknya pun tidak.. Memang ini bukan untuk pertama kalinya. Tapi ada syukur yang meluap dalam hatiku.. Bukan  sekedar karena makanan yang kunikmati, tetapi lebih karena sesuatu yang kusadari hari ini... bahwa Ibu telah meninggalkan warisan kekal yang lekat dihidupku...

Aku berharap dapat hidup sepertimu.. hidup dalam warisan abadimu.
Ibu memang tak meninggalkan harta... tapi Ibu telah mewariskan kehidupan sejati untuk kami.
Mom, thanks a lot for the everlasting legacy...


Love you always,

your daughter